Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.uisu.ac.id/handle/123456789/1995
Title: TINDAK PIDANA PENGGELAPAN AKIBAT WANPRESTASI TIDAK MELAKUAN PEMBAYARAN KEPADA PERUSAHAAN PT. AGUNG BUMI LESTARI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt tertanggal 28 Mei 2019)
Authors: SIRAIT, OLOAN
Keywords: Penggelapan, Wanprestasi, Putusan No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt
Embezzlement, Default, Decision No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt
Issue Date: 21-Feb-2023
Publisher: Fakultas Magister Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara
Series/Report no.: UISU230347;
Abstract: TINDAK PIDANA PENGGELAPAN AKIBAT WANPRESTASI TIDAK MELAKUAN PEMBAYARAN KEPADA PERUSAHAAN PT. AGUNG BUMI LESTARI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt tertanggal 28 Mei 2019) ABSTRAK Oloan Sirait* Dalam suatu perjanjian dikenal adanya wanprestasi. Adakalanya wanprestasi berujung pidana sebagaimana dalam putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt dimana terdakwa sebagai customer PT. Agung Budi Lestari setelah jatuh tempo tidak menyerahkan sejumlah uang hasil penjualan barang milik PT. Agung Bumi Lestari, karena itu terdakwa dilaporkan atas tuduhan penggelapan. Dalam hal ini permasalahan yang akan dikaji adalah tentang pengaturan hukum terhadap peggelapan akibat wanprestasi, batasan yang membedakan antara wanprestasi dengan penggelapan dan penerapan wanprestasi dan penggelapan dalam putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt. Penelitian ini mengunakan metode yuridis normatif karena mengkaji peraturan perundang-undangan yang sifatnya doctrinal denan pendekatan kasus dan pendekatan konseptual yang kemudian dianalisis secar deskriptif kualitatif. Hasl penelitian terhadap pengaturan hukum tindak pidana penggelapan akibat wanprestasi dimana penggelapan adalah merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 372 KUHP. Terjadinya tidak pidana dalam wanprestasi pada Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt adalah karena adanya hubunga perjanjian antara terdakwa dengan PT. Agung Bumi Lestari namun dalam pelaksanaannya terdakwa tidak memenuhi apa yang diperjanjikan yaitu menyetor sejumlah uang dari barang-barang milik PT. Agung Bumi Lestari yang berada dalam pengusaan terdakwa. Batasan yang membedakan antara wanprestasi dengan tindak pidana penggelapan dalam perjanjian ialah perbuatan wanprestasi dalam perjanjian baik berupa kelalaian debitor dalam memenuhi prestasi sesuai kesepakatan dengan kreditur. Tindak pidana penggelapan dalam perjanjian ialah unsur mens rea/niat dalam tindak pidana penggelapan berupa sengaja dengan maksud (oogmerk) dan perbuatan melawan hukum formil (formele wederrechtelijkheid) harus2 terpenuhi disertai dengan terpenuhinya unsur actus reus/perbuatan dalam tindak pidana penggelapan, yakni perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau keseluruhan milik orang lain dan yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Perbuatan yang dilandasi oleh hubungan keperdataan harus diselesaikan secara perdata Penerapan wanprestasi dan tindak pidana penggelapan dalam putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt dimana dalam putusan tersebut menyataka terdakwa bersalah melanggar ketentuan pidana Pasal 372 KUHPidana penggelapan dan dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) bulan. Penerapan hukum terhadap kasus tersebut adalah keliru dalam penjatuhan putusan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dimana seharusnya terpidana dijatuhi putusan bebas sebagaimana telah ada yurisprudensi terhadap kasus yang sama yang pada putusan nya hakim melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum yang didaam nya terdapat alasan penghapusan pidana sehingga harus diselesaikan melalui pengadilan perdata bukan pidana. Seharusnya dalam memutus perkara yang memiliki kesamaan, hakim merujuk pada Yurisprudensi dalam hal ini Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1868K/Pid/2012 yaitu harus diselesaikan melalui peradilan perdata bukan peradilan pidana. Kata Kunci : Penggelapan, Wanprestasi, Putusan No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt *Mahasiswa Program Pascasarjana Program Ilmu Hukum Universitas Islam Sumatera Utara.3 CRIME OF EMBEDIENCE DUE TO DEFAULT PT. AGUNG BUDI LESTARI (Study of Tebing Tinggi District Court Decision No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt dated 28 May 2019) ABSTRACT Oloan Sirait* In an agreement, there is a default. Sometimes defaults lead to criminal acts as stated in the decision of the Tebing Tinggi District Court No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt where the defendant is a customer of PT. Agung Budi Lestari after maturity did not hand over the amount of money from the sale of goods belonging to PT. Budi Agung Lestari, therefore the defendant was reported on charges of embezzlement. In this case, the problem to be studied is the legal regulation of embezzlement due to default, the boundaries that distinguish between default and embezzlement and the application of default and embezzlement in the decision of the Tebing Tinggi District Court No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt. This study uses a normative juridical method because it examines the laws and regulations that are doctrinal in nature with a case approach and a conceptual approach which are then analyzed descriptively qualitatively. The results of the research on the legal regulation of the criminal act of embezzlement due to default where embezzlement is a crime regulated in Article 372 of the Criminal Code. The occurrence of no crime in default in the Tebing Tinggi District Court Decision No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt is due to an agreement relationship between the defendant and PT. Agung Budi Lestari but in practice the defendant did not fulfill what was agreed upon, namely to deposit a sum of money from the goods belonging to PT. Agung Budi Lestari who is under the control of the defendant. The limit that distinguishes the default from the crime of embezzlement in the agreement is the act of default in the agreement, either in the form of the debtor's negligence in fulfilling the achievements in accordance with the agreement with the creditor. The crime of embezzlement in the agreement is the element of mens rea/intention in the criminal act of embezzlement in the form of intentional (oogmerk) and formal unlawful acts (formele wederrechtelijkheid) must be fulfilled accompanied by the fulfillment of the actus reus element/deed in the crime of embezzlement, namely the act of possessing, an object, which4 partially or wholly belongs to another person and which is under his control not because of a crime. Acts that are based on a civil relationship must be resolved in a civil manner. The application of default and criminal acts of embezzlement in the decision of the Tebing Tinggi District Court No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt wherein the decision stated that the defendant was guilty of violating the criminal provisions of Article 372 of the Criminal Code of embezzlement and sentenced to imprisonment for 2 (two) months. The application of the law to this case is wrong in imposing a verdict of guilty of committing a criminal act of embezzlement where the convict should be sentenced to acquittal as there has been jurisprudence on the same case in which the judge released the Defendant from all lawsuits in which there was a reason for the abolition of the crime so that it must be resolved. through civil court, not criminal. In deciding cases that have similarities, the judge should refer to the Jurisprudence in this case the Jurisprudence of the Supreme Court No. 1868K/Pid/2012 which must be resolved through civil courts not criminal justice. Keywords: Embezzlement, Default, Decision No. 74/Pid.B/2019/PN.Tbt
URI: http://repository.uisu.ac.id/handle/123456789/1995
Appears in Collections:Magister Hukum

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover, Bibliography.pdfCover, Bibliography272.85 kBAdobe PDFView/Open
Abstract.pdfAbstract38.73 kBAdobe PDFView/Open
Chapter I,II.pdfChapter I,II470.62 kBAdobe PDFView/Open
Chapter III,IV,V.pdf
  Restricted Access
Chapter III,IV,V238.72 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.