Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.uisu.ac.id/handle/123456789/695
Title: SISTEM PEMBAGIAN PUSAKA MENURUT ADATPERPATIH DALAM PRESPEKTIF MAZHAB SYAFI’I
Authors: JAKIRAN, JAKIRAN
Issue Date: 6-Oct-2021
Publisher: Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sumatera Utara
Series/Report no.: UISU210059;
Abstract: Adat perpatih yang terus berlaku hingga ke hari ini, dianggap sebagai harta milik seluruh ahli keluarga yang diwariskan melalui orang perempuan dari garis keturunan ibu. Dalam hukum kewarisan Islam yaitu faraidh amalan adat perpatih dalam pembagian harta pusaka ini dilihat bertentangan dengan hukum Islam yang telah ditetapkan. Hal ini mendapat berbagai perbedaan pendapat dari para ilmuwan maupun dalam kalangan masyarakat sendiri. Ada sebagian pendapat mengatakan ia bertentangan dengan syara’ sementara ada yang mengatakan ia tidak bertentangan dengan hukum Islam. Keterkaitan pembagian harta ini dengan pendekatan maqāsid syariah adalah bagaimana amalan adat ini menjadi suatu yang tidak bertentangan dengan syara’ dan menepati maqāsid yang terkandung lima tujuan yaitu memelihara agama, jiwa, akal, harta dan keturunan dalam menjaga kemaslahatan manusia. Keadilan dalam pembagian harta pusaka juga turut terkait dengan maslahat dalam memelihara harta dan keturunan. Justru menerusi pembagian harta berdasarkan adat perpatih adakah ia bertujuan untuk memelihara kemaslahatan yang memelihara harta atau keturunan. Penulis menggunakan penelitian Bibliographich research atau penelitian berdasarkan kepustakaan, pemilihan jenis ini karena data-data yang dibutuhkan berupa teori, konsep dan ide tentang harta pusaka adat Perpatih menurut Mazhab Syafi’i. Praktek pembagian waris pada masyarakat adat Perpatih serta implikasi implikasi disebabkan pembagian harta menurut Adat Perpatih ini dan perbedaanperbedaan yang terdapat antara pembagian harta menurut Adat Perpatih dan Mazhab Syafi’i. Hasil penelitian bahwa sistem pembagian harta Adat Perpatih ini diberlakukan adalah dengan cara permufakatan di kalangan ahli keluarga. Semua harta pusaka akan jatuh kepada anak perempuan dalam keluarga tersebut. Jika berlaku dalam keluarga tersebut tidak ada anak perempuan, maka harta itu akan jatuh kepada saudara sekedim yaitu anak angkat dalam keluarga tersebut. Sistem pembagian harta pusaka menurut Adat Perpatih berbeda dengan sistem pusaka Islam dari Mazhab Syafi’i. Menurut Mazhab Syafi’i, keutamaan diberikan kepada waris laki-laki atas sebab-sebab tertentu, namun demikian bagian waris perempuan tidak dikesampingkan bahkan menerima separuh dari apa yang dimiliki oleh waris laki-laki. Harta kepunyaan si mati juga haruslah milik sempuma bukannya barang titipan atau pinjaman. Setelah melihat kedua-dua sistem perwarisan dan cara pembagian yaitu antara hukum adat Perpatih dengan Mazhab Syafi’i, penulis dapati kedua-duanya terdapat perbedaan. Adat Perpatih mementingkan anak perempuan sebagai pewaris yang sah manakala Mazhab Syafi’i pula menetapkan anak laki-laki sebagai pewaris yang sah di samping anak-anak perempuan juga mempunyai hakhak yang telah ditetapkan dalam Islam. Status harta pusaka (tanah adat) dalam Adat Perpatih adalah sebagai harta titipan saja. Ianya tidak boleh dijual beli dan digadaikan sedangkan harta pusaka dalam Mazhab Syafi’i itu haruslah milik penuh seseorang dan jika ia diwariskan harta itu boleh dijual beli dan digadaikan
URI: http://repository.uisu.ac.id/handle/123456789/695
Appears in Collections:Ahwal Al-Syakhsiyah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover, Bibliography.pdfCover, Bibliography300.83 kBAdobe PDFView/Open
Abstract.pdfAbstract79.59 kBAdobe PDFView/Open
Chapter I.pdfChapter I180.49 kBAdobe PDFView/Open
Chapter II, III, IV, V.pdf
  Restricted Access
Chapter II, III, IV, V1.03 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.